عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ السَّاعِدِىِّ قَالَ أَتَى النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ دُلَّنِى عَلَى عَمَلٍ إِذَا أَنَا عَمِلْتُهُ أَحَبَّنِىَ اللَّهُ وَأَحَبَّنِىَ النَّاسُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « ازْهَدْ فِى الدُّنْيَا يُحِبَّكَ اللَّهُ وَازْهَدْ فِيمَا فِى أَيْدِى النَّاسِ يُحِبُّوكَ ».
Dari Sahl bin Sa’ad As Sa’idi, ia berkata ada seseorang yang mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata, “Wahai Rasulullah, tunjukkanlah padaku suatu amalan yang apabila aku melakukannya, maka Allah akan mencintaiku dan begitu pula manusia.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Zuhudlah pada dunia, Allah akan mencintaimu. Zuhudlah pada apa yang ada di sisi manusia, manusia pun akan mencintaimu.” (HR. Ibnu Majah dan selainnya. An Nawawi mengatakan bahwa dikeluarkan dengan sanad yang hasan).
Banyak orang terpesona dengan orang yang katanya zuhud. Hidup alakadarnya bahkan cenderung miskin,pakaian hampir bisa dibilang compang-camping, jarang pakai sandal,makanan sangat dijaga bahkan cenderung vegetarian, hidup di hutan atau menjauh dari hiruk pikuk duniawi, kesehariannya penuh dengan ibadah mahdloh vertikal kepada Alloh SWT, dan ucapan selalu dihiasi dengan dzikir kepada Alloh SWT. Benarkah demikian?
Mudah-mudahan demikian. Coba bandingkan dengan orang ini : Punya rumah megah, rumah mewah, perlente, tak pernah lepas dari gadgat, jarang sekali menyentuh tanah, makan jarang di rumah, dan hari-harinya penuh dengan rutinitas pekerjaan. Layakkah mereka mendapat predikat zuhud?
Rasanya susah.
Tapi coba tanya, benarkah si miskin yang sesuai kriteria di atas hatinya ikhlas menjalani hidup sesuai dengan yang ditaqdirkan Alloh SWT? Ataukah hanya keterpaksaan yang dirasanya, karena tidak mampu berbuat apa-apa lagi? Atau jangan-jangan dia sangat ingin banyak kekayaan? Sungguh masih misteri karena dangkalnya hati tak dapat diselami.
Sebaliknya, benarkah si kaya otaknya hanya diisi masalah duniawi? Apakah mustahil orang yang bergelimang harta hatinya selalu lupa kepada Alloh Sang Pencipta? Apakah mustahil badan di lingkungan bisnis tapi hati di mesjid (umpamanya)? Sungguh masih mistri, karena dalamnya lautan tak sedalam hati manusia.
Jadi layakkah kita menghukumi orang miskin sebagai ahli zuhud dan orang kaya mustahil zuhud?
Kembali ke hadis diatas, bahwa orang zuhud adalah orang yang selalu mengingat Alloh dimanapun berada, juga hatinya tidak terikat sama sekali terhadap haliyah duniawi, walaupun di lingkungan haliyah dunia... dalam arti ZUHUD TIDAK HARUS COMPANG-CAMPING.
wallohu a'lam bishshowab..